TENTU saja kita mengecam tindakan HW, guru yang melakukan rudapaksa terhadap belasan (bahkan puluhan) santriwati di Cibiru. Tapi, mengkritik Atalia-Praratya">Atalia Praratya yang sudah tahu kasus tersebut sejak Mei dan tak mengeksposnya, tidaklah pada tempatnya.
Kenapa? Dari sisi apapun, yang sudah dia lakukan sudah tepat. Sebagai personal, sebagai wanita, tindakannya tak mengungkap kasus itu ke publik sangat masuk akal. Wanita mana yang hatinya tak teriris mendengar, apalagi mengetahui cukup dalam, kasus rudapaksa di pesantren itu.
Sebagai wanita yang dalam kedudukannya sebagai istri Gubernur Jawa Barat, memimpin banyak organisasi pun langkahnya sudah tepat. Yang dia lakukan bersama lembaganya adalah menyelamatkan kondisi psikologis para korban.
Perempuan, apalagi anak-anak, adalah orang yang akan sangat menderita atas kejadian tersebut. Derita itu takkan hilang bahkan ketika HW dihukum berat. Secara psikologis, bayangan peristiwa kelam itu akan mewarnai perjalanan hidup para korban.
Baca Juga: Sikap Kami: Anies-Emil, Oke!
Mereka patut dan wajib diselamatkan. Langkah terbaik adalah melakukan pendampingan. Sebab, hanya dengan begitu mereka mendapatkan kekuatan untuk memandang masa dengan sedikit optimisme.
Kita, dalam hal ini, balik mengkritik jika ada yang mengecam Atalia hanya karena dia tak mengekspos peristiwa tersebut. Utamanya adalah karena bukan tugasnya untuk mengungkap kasus itu ke publik.
Jika aparat Polda Jawa Barat yang menangani kasus ini saja enggan mengekspos, apalagi Atalia. Polda, sebagaimana kita ketahui, tak melakukan ekspos juga karena tak ingin eksposure yang dipastikan akan besar, bakal berpengaruh buruk pada korban yang terhitung masih anak-anak.
Baca Juga: Sikap Kami: Sami Sade Mengindonesia
Artikel Terkait
Sikap Kami: Sesat Pikir si Menteri
Sikap Kami: Siaga La Nina
Sikap Kami: Biskita, Biskuat, Bus Siapa?
Sikap Kami: Ini Bukan Prank
Sikap Kami: Euforia Mandalika
Sikap Kami: Gimik Politik