DI alam demokrasi, menyatakan dukungan politik terhadap seseorang, tokoh, atau siapapun dia, hal yang biasa. Normal terjadi. Bahkan, dukungan –atau sebaliknya oposan-- itu boleh-boleh saja dilakukan bahkan sedetik setelah pejabat publik dilantik.
Dukungan terhadap seorang tokoh juga biasa saja dilakukan menjelang kontestasi demokrasi. Ya, seperti ketika kita dua tahun ke depan sudah harus memilih presiden, gubernur, bupati, wali kota, atau wakil rakyat yang baru.
Fenomena itu bisa kita saksikan hari-hari ini. Terutama dalan konteks Pemilihan Presiden 2024. Karena belum banyak partai politik yang bersikap, sementara dukungan dilakuan relawan.
Banyak yang sudah melakukan deklarasi. Relawan Anies Baswedan, Relawan Prabowo Subianto, Relawan Ganjar Pranowo, Relawan Airlangga Hartarto, Relawan Muhaimin Iskandar, hingga Relawan Ridwan Kamil.
Baca Juga: Sikap Kami: Langkah Keledai
Hanya saja, aktivitas-aktivitas kerelewanan sepatutnya dilakukan dengan menonjolkan nilai-nilai. Jangan malah merusak nilai-nilai. Menabrak seluruh etika, melakukan aktivitas yang potensial menjadi gunjingan, seharusnya tidak dilakukan.
Kegiatan kerelawanan semestinya juga tidak menyudutkan tokoh-tokoh politik yang jadi pejabat publik. Itu sebabnya, kita sangat jarang melihat kandidat-kandidat menghadiri aktivitas yang dilakukan relawan.
Apa yang terjadi di Malangsari, Indramayu, pada Senin lalu, adalah salah satu aktivitas relawan yang bisa memunculkan syakwasangka. Relawan salah satu kandidat menyatakan dukungan masyarakat di Desa Malangsari. Dari kalangan petani.
Baca Juga: Sikap Kami: Bahlul
Artikel Terkait
Sikap Kami: Pendidikan yang Tercabik
Sikap Kami: Kumaha Aing
Sikap Kami: Ganti Anggota DPR, Pak!
Sikap Kami: Ali Sadikin
Sikap Kami: Tempat Jin Buang Anak
Sikap Kami: Karena Kita Budeg
Sikap Kami: 'Jualan' Emil
Sikap Kami: Penalti di JIS