TINGGAL di desa, rezeki kota itu bukan lagi sekadar menggantang asap. Buktinya sudah ada. Jadi, tak perlu ragu, apalagi takut, menjadi petani. Petani milenial.
Tengoklah Raudiyatul Zannah Anggraini. Wanita berusia 31 tahun itu memang “hanya” petani di Desa Plawangan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Dia pilih beternak lele. Omsetnya? Rp570 juta sebulan.
Katakanlah dari omset itu dia memetik keuntungan 10% saja. Maka, ada keuntungan Rp57 juta. Hanya pekerjaan manajer senior papan atas yang memiliki penghasilan seperti itu di kota.
Jadi, bukankah desa juga menyediakan peluang untuk sukses, sama seperti di kota? Bukankah tinggal di desa dengan rezeki kota itu nyata adanya. Bukan menggantang asap, apalagi mimpi di siang bolong?
Baca Juga: Sikap Kami: Noel dan 'Dosa' BUMN
Sejak awal, kita meyakini sektor pertanian secara luas, termasuk peternakan di dalamnya, adalah potensi yang menggiurkan. Hanya saja, kecuali harus mengeluarkan keringat yang sedikit lebih banyak, dia juga harus digarap dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika banyak petani kita yang hidup pas-pasan, apalagi berkekurangan, penyebab utamanya bisa jadi hanya dua. Pertama, tak punya lahan. Kedua, cara bertaninya masih sangat tradisional. Sangat tergantung pada alam.
Tapi, teknologi, terutama teknologi informasi, sudah sedemikian majunya. Teknologi bermanfaat untuk menumbuhkembangkan budidaya di sektor pertanian. Jika dimaksimalkan, niscaya hasil panen akan berlimpah.
Baca Juga: Sikap Kami: Negara Pura-pura
Artikel Terkait
Sikap Kami: Ali Sadikin
Sikap Kami: Tempat Jin Buang Anak
Sikap Kami: Karena Kita Budeg
Sikap Kami: 'Jualan' Emil
Sikap Kami: Penalti di JIS
Sikap Kami: Malangsari
Sikap Kami: Makna Bank BJB