BARANGKALI, ada baiknya PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) membayar lebih untuk Mohamed Rashid. Bayaran pertama untuk profesinya sebagai pemain profesional. Bayaran tambahan? Untuk perannya sebagai guru!
Mohamed Rashid telah mengajarkan kepada kita, terutama PT PBB sebagai pengelola Persib, sepak bola bukan sekadar urusan permainan di lapangan. Dia lebih dari itu. Dia juga urusan kultur, budaya. Sesuatu yang nyaris sama sekali tak disentuh petinggi Persib.
Kenapa kultur? Karena sepak bola itu, selain olahraga, adalah juga kultur. Kultur yang membuat sebuah klub begitu dicintai masyarakatnya. Bukan pertandingan di lapangan. Kultur yang menghadirkan kecintaan yang dalam.
Apakah bobotoh yang menjadi fans Persib menjadi penyuka klub karena Persib selalu menang? Tidak! Kemenangan itu hanyalah salah satu faktor. Faktor kecil. Tapi kultur yang membuat cinta mereka tak terkira. Bahwa Persib adalah Bandung, bahwa Persib adalah Tanah Pasundan.
Baca Juga: Sikap Kami: Siaga La Nina
Kultur itu dibangun dengan hal yang baik-baik. Dia dibangun dengan kesetaraan. Tak ada bos berlebihan. PT PBB, yang “otaknya” adalah bisnis, sungguh beruntung mengelola Persib yang secara kultural begitu dicintai warga Jawa Barat.
Membangun kultur itu tidak gampang. Tidak murah. Kalau tak percaya, tanyalah kepada Bang Yos, ketika dia menumbuhkan kembali kecintaan terhadap Persija yang sebelumnya setiap bertanding pendukungnya hanya bisa dihitung dengan jari. Mahal! Bisa susut modal PT PBB.
Salah satu kultur Persib itu, karena berdiri di Tanah Sunda, adalah someah. Berbuat baik karena punya hati yang baik. Bukan berpura-pura baik. Karena itu, membangun Persib, dari atas ke bawah, dari pelatih sampai pemain, harus berbasis kultur itu.
Baca Juga: Sikap Kami: Sesat Pikir si Menteri
Artikel Terkait
Sikap Kami: PPKM yang Membingungkan
Sikap Kami: Tentang Survei Emil
Sikap Kami: Juara Lahir Batin di Papua
Sikap Kami: Ironi Atlet
Sikap Kami: Kultur Bonus
Sikap Kami: Durian Runtuh Jabar