KEMARIN, Menteri BUMN Erick Thohir mengunjungi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. Bersilaturahmi sambil mengunjungi makam Buya Syafi’I Maarif di Yogyakarta.
Menarik? Tidak terlalu juga. Erto, begitu kadang orang menyebut sang menteri, akhir-akhir ini memang kerap berkunjung kemana-mana. Ke banyak daerah tentunya. Apakah terkait 2024, entahlah.
Yang menarik buat kita adalah sebaris kalimat pernyataan Buya Haedar Nashir. “Beberapa minggu yang lalu ada sahabat kami Said Aqil Siroj yang ziarah ke makam,” katanya. KH Said Aqil adalah mantan Ketua PBNU.
Apa yang menarik? Dua untai kata: ‘sahabat kami’. Kita tak bisa mengintip hati Buya Haedar Nashir, tapi bisa kita pastikan itu disampaikan secara tulus. Tanpa pretensi. Bersahaja. Ikhlas.
Baca Juga: Sikap Kami: Jari-jari Sambara
Betapapun Said Aqil bukan lagi Ketua Umum PBNU, tapi dia tetap tokoh NU yang diperhitungkan. Frasa ‘sahabat kami’ itu, buat kita, adalah bagaimana cara Buya Haedar Nashir menempatkan keduanya dalam lingkaran kesetaraan. Saling menghormati. Saling menghargai.
Itu menjadi penting karena dalam tataran akar rumput, sulit bagi kita mengelak bahwa ada kerikil-kerikil yang masih membayangi dua ormas Islam terbesar itu. Soal akidah, biarlah masing-masing pihak memiliki pemahaman dan keyakinan sendiri-sendiri.
Tapi, dalam kehidupan bermasyarakat, kerenggangan itu sulit untuk kita nafikan. Terutama di akar rumput. Tengoklah betapa perselisihan dalam kehidupan sosial itu terjadi di media-media sosial. Pernyataan-pernyataan yang kadang membuat kita malu sebagai umat.
Baca Juga: Sikap Kami: OPOP Makin Top
Artikel Terkait
Haedar Nashir Dikukuhkan Sebagai Guru Besar UMY
NU Gelar Muktamar Ke-34, Ketum Muhammadiyah Ucapkan Selamat
Kompolnas Apresiasi Langkah Muhammadiyah Terkait Kasus Plang
Puisi 'Segenggam Tanah dan Air' Karya Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir Terkait Ritual di IKN
Warga Muhammadiyah di Kota Bandung Sudah Mulai Sholat Tarawih
Muhammadiyah Garut Akhirnya Miliki Gedung Dakwah